Posted By
sultan »
Makalah Askep Tifoid
A. Latar
Belakang
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia,
Afrika, Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat
dan Eropa. Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid di
seluruh dunia dan diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya
akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus thypoid ini,
dan terdapat 13 juta kasus dengan 400,000 kematian setiap tahunnya.
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan
angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris disebabkan
oleh Salmonella Parathypi A. Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup
dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya
angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa
dingin. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak menutup
kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela
paratypi A, B dan C.
Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak
dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada
minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat
untuk pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat
dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran
penyakit typhus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam dunia
kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada
umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan
pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.
Untuk
itu kami menyusun makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Demam Tifoid” dengan tujuan agar mahasiswa memahami dan mengetahui asuhan
keperawatan pada klien dengan demam tifoid.
B. Tujuan
1.
Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan
mencegah terjadinya demam tifoid serta mengimplementasikan asuhan keperawatan
demam thypoid di lapangan.
2.
Tujuan khusus :
a.
Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada
penyakit demam tifoid
b.
Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan sesuai
konsep dan sesuai indikasi klien
C. Manfaat Penulisan
1.
Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit demam tifoid
2.
Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan demam tifoid
A. KONSEP
DEMAM TIFOID
1. Pengertian
Typus
abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pencernaan dan
dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000). Demam tifoid adalah penyakit menular
yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem
retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi
Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng, 2002).
Tifus
abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia,
bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya
(Djauzi & Sundaru; 2003). Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari
satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suryadi, 2001).
2. Etiologi
Etiologi
typhoid adalah salmonella typhi, salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih
terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1
tahun.
3. Manifestasi
Klinis
Masa inkubasi 10-14
hari. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda yang khas berupa perjalanan yang cepat
yang berlangsung kurang lebih 3 minggu. Gejala Demam Tifoid antara lain sebagai
berikut :
Ø Demam
> 1 minggu terutama pada malam hari
Demam
tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam
hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat
dan pada minggu ke tiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
Ø Nyeri
kepala
Ø Malaise
Ø Letargi
Ø Lidah
kotor
Ø Bibir
kering pecah-pecah (regaden)
Ø Mual,
muntah
Ø Nyeri
perut
Ø Nyeri
otot
Ø Anoreksia
Ø Hepatomegali,
splenomegali
Ø Konstipasi,
diare
Ø Penurunan
kesadaran
Ø Macular
rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam kapiler
Ø Epistaksis
Ø Bradikardi
Ø Mengigau
(delirium)
5. Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Pemeriksaan
leukosit
Di
dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sgot
Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
c.
Biakan
darah
Bila
biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1)
Teknik
pemeriksaan Laboratorium
Hasil
pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2)
Saat
pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan
darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi
terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila
klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d.
Uji
Widal
Uji
widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena
rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena
rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut
hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi
titernya makin besar klien menderita tifoid (Widiatuti, 2001).
2. Penatalaksanaan
a. Perawataan
1) Klien diistirahatkan
7 hari sampai demam atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi
bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
b.
Diet
1)
Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2)
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3)
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari
lalu nasi tim.
4)
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas
dari demam selama 7 hari.
c.
Obat-obatan
1)
Kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500
mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas
panas
2)
Tiamfenikol.
Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per
hari.
3)
Kortimoksazol.
Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet
mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4)
Ampisilin dan amoksilin.
Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB,
selama 2 minggu
5)
Sefalosporin Generasi Ketiga.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100
cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6)
Golongan Fluorokuinolon
a)
Norfloksasin
: dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
b)
Siprofloksasin
: dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
c)
Ofloksasin
: dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
d)
Pefloksasin
: dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
e)
Fleroksasin
: dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
f)
Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada
keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok
septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur
darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Identitas klien
b.
Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur
yang terbanyak adalah diatas umur lima tahun. Faktor yang mendukung terjadinya
demam thypoid adalah iklim tropis social ekonomi yang rendah sanitasi
lingkungan yang kurang.
c.
Keluhan utama
Pada pasien typus abdominalis keluhan utamanya adalah demam.
d.
Riwayat penyakit sekarang
Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu
minggu.
e.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.
f.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang karier
g.
Riwayat psiko social dan spiritual
Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta
terjadi kecemasan.
h.
Riwayat tumbuh kembang
Tidak mengalami gangguan apapun, terkadang hanya sakit batuk pilek
biasa
i.
Activity Daily Life
1)
Nutrisi : pada klien dengan demam tifoid didapatkan rasa mual,
muntah, anoreksia, kemungkinan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2)
Eliminasi : didapatkan konstipasi dan diare
3)
Aktifitas : badan klien lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat
dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
4)
Istirahat tidur : klien gelisah dan mengalami kesulitan untuk
tidur karena adanya peningkatan suhu tubuh.
5)
Personal hygiene : klien dianjurkan bedrest sehingga mengalami
gangguan perawatan diri. Perlu kaji kebiasaan klien dalam personal hygiene
seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan jajan di sembarang tempat.
j.
Pemeriksaan fisik
1)
Mata : kelopak mata cekung, pucat, dialtasi pupil, konjungtifa
pucat kadang di dapat anemia ringan.
2)
Mulut : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tak sedap.
Terdapat beslag lidah dengan tanda-tanda lidah tampak kering dilatasi selaput
tebal dibagian ujung dan tepi lidah nampak kemerahan, lidah tremor jarang
terjadi.
3)
Thorak : jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali jika ada
komplikasi. Pada daerah perangsang ditemukan resiola spot.
4)
Abdomen : adanya nyeri tekan, adanya pembesaran hepar dan limpa, distensi
abdomen, bising usus meningkat
5)
Ekstrimitas : Terdapat rosiola dibagian fleksus lengan atas.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman
salmonella thypi.
b.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, mual, muntah dan anoreksia.
c.
Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare.
d.
Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
e.
Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang
pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya
BACA JUGA ASKEP TIFOID
BACA JUGA ASKEP TIFOID
3.
Intervensi Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan
proses infeksi Salmonella Typhi.
|
Tujuan :
Setelah
diberikan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam, suhu tubuh normal.
Kriteria
hasil :
-
TTV dalam batas
normal
-
TD : 80-120/60-80
mmhg
-
N : 120-140 x/i
(bayi), 100-120 (anak)
-
S : 36,5-370C
-
P : 30-60
x/i (bayi), 15-30 x/i (anak)
|
ü
Observasi
tanda-tanda vital
ü
Beri kompres pada
daerah dahi
ü
Anjurkan untuk
banyak minum air putih
ü Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
|
ü Tanda-tanda vital berubah sesuai tingkat perkembangan penyakit
dan menjadi indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya
ü
Pemberian kompres
dapat menyebabkan peralihan panas secara konduksi dan membantu tubuh untuk
menyesuaikan terhadap panas
ü
Peningkatan suhu
tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak
ü Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam.
Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
|
2
|
Resiko pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,
mual, muntah dan anoreksia.
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
kekurangan nutrisi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
-
Nafsu makan meningkat,
-
Tidak ada keluhan anoreksia, nausea,
-
Porsi makan dihabiskan
|
ü
Kaji kemampuan makan klien
ü Berikan makanan dalam porsi
kecil tapi sering
ü Beri nutrisi dengan diet
lunak, tinggi kalori tinggi protein
ü
Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan
makanan yang disukai
ü
Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk
menghindari makanan yang mengandung gas/asam, pedas
ü
Kolaborasi. Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
|
ü
Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator
intervensi selanjutnya
ü
Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan
muntah
ü
Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
ü
Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang
dibutuhkan klien
ü dapat meningkatkan asam
lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi
ü Mengatasi mual/muntah,
menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah
|
3
|
Resiko defisit volume cairan
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, kehilangan cairan berlebih
akibat muntah dan diare.
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam, tidak terjadi defisit volume cairan Kriteria hasil :
-
Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi,
-
Keseimbangan intake dan output dengan urine normal dalam
konsentrasi jumlah
|
ü
Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat
muntah, kehausan dan turgor kulit
ü
Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun,
nadi cepat dan lemah
ü
Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
ü
Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan
asupan cairan secara dekuat
ü
Kolaborasi pemberian cairan intravena
|
ü
Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap
dan atau efek dari kehilangan cairan
ü
Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
ü
Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
ü
Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh
ü Pemberian intravena sangat
penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan
|
4
|
Gangguan pola eliminasi
BAB berhubungan dengan konstipasi
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pola
eliminasi kembali normal.
Kriteria hasil :
-
Klien melaporkan BAB lancar
-
Konsistensi lunak
|
ü Kaji pola eliminasi klien
ü Auskultasi bising usus
ü
Selidiki keluhan nyeri abdomen
ü Observasi gerakan usus,
perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
ü
Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang
BAB
ü
Kolaborasi. Berikan pelunak feses, supositoria sesuai
indikasi
|
ü
Sebagai data dasar gangguan yang dialami, memudahkan intervensi
selanjutnya
ü
Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi,
penumpukan fekalit
ü
Berhubungan dengan distensi gas
ü
Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan
intervensi
ü
Mengatasi konstipasi yang terjadi
ü
Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
|
5
|
Ansietas berhubungan
dengan proses hospitalisasi, kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi
anaknya
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, kecemasan
teratasi
Kriteria hasil :
-
Ekspresi tenang
-
Orang tua klien tidak sering bertanya tentang kondisi anaknya
|
ü Kaji tingkat kecemasan yang
dialami orang tua klien
ü Beri penjelasan pada orang
tua klien tentang penyakit anaknya
ü Beri kesempatan pada orang
tua klien untuk mengungkap kan perasaan nya
ü Libatkan orang tua klien dalam
rencana keperawatan terhadap anaknya
|
ü
Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua
klien
ü
Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit
anaknya
ü
Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa
diperhatikan sehingga beban yang dirasakan berkurang
ü
Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi
kecemasan
|
0 Komentar untuk "Makalah Askep Tifoid "