KONSEP MEDIS
A.Defenisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2001). Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
B. Etiologi
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur.
C. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
D. Tanda dan Gejala
· Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
· Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit)
· Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
· Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
· Grunting : suara merintih saat ekspirasi
· Pernapasan cuping hidung
Tabel 2.
Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Pemeriksaan
|
Skor
|
||
0
|
1
|
2
|
|
Frekuensi
napas
|
< 60
/menit
|
60-80 /menit
|
>
80/menit
|
Retraksi
|
Tidak ada
retraksi
|
Retraksi
ringan
|
Retraksi
berat
|
Sianosis
|
Tidak ada
sianosis
|
Sianosis
hilang dengan 02
|
Sianosis
menetap walaupun diberi O2
|
Air entry
|
Udara
masuk
|
Penurunan
ringan udara masuk
|
Tidak ada
udara masuk
|
Merintih
|
Tidak
merintih
|
Dapat
didengar dengan stetoskop
|
Dapat
didengar tanpa alat bantu
|
Evaluasi: <
3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat
E. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami
Distress Pernafasan
Pemeriksaan
|
Kegunaan
|
Kultur
darah
|
Menunjukkan
keadaan bakteriemia
|
Analisis
gas darah
|
Menilai
derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
|
Glukosa
darah
|
Menilai
keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat menyebabkan atau memperberat
takipnea
|
Rontgen
toraks
|
Mengetahui
etiologi distress nafas
|
Darah
rutin dan hitung jenis
|
Leukositosis
menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia
menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia
menunjukkan adanya sepsis
|
Pulse oximetry
|
Menilai
hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
|
Sumber: Hermansen
H Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran
udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema
intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang
tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan
penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4 PDA dengan
peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama
pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang
dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya
penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD):
merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi
dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat
dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi
sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia,
komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
G. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk
(2003) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
- Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
- Mempertahankan keseimbangan asam basa.
- Mempertahankan suhu lingkungan netral.
- Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
- Mencegah hipotermia.
- Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan
secara umum :
A. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi
bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
infus dektrosa 5 %
- Pantau selalu tanda vital
- Jaga patensi jalan nafas
- Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
B. Jika bayi
mengalami apneu
- Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
- Lakukan penilaian lanjut
- Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera
dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau
derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
Gangguan nafas
ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan
napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient
Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya
kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari
infeksi sistemik.
Gangguan
nafas sedangLakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan
kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan
sungkup
· Bayi jangan diberi minukm
· Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
· Suhu aksiler <> 39˚C
· Air ketuban bercampur mekonium
· Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi
berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)
· Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C
tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
· Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas
belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
· Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu
kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
· Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai
kembali bayi setelah 2 jam
· Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau
tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
· Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan
kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras
setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah
satu cara pemberian minum
· Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian
antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2
selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit
bayi dapat dipulangkan
Gangguan nafas
ringan
· Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam
berikutnya.
· Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau
timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
· Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak
berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman.
· Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada
perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara
30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan
medis:
Pengobatan yang biasa
diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
· Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
· Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal
dan menurunkan caiaran paru
· Fenobarbital
· Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
· Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati
apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.Salah satu pengobatan
terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian
surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari
cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan )
6 Komentar untuk "laporan pendahuluan RDS"
Wow... bingung nda ngerti saya tentang ginian boss... Sukses deh buat ente... hehe
hehehehe
Wow.... Cepet banget replay nya :-O hahaaaaa
Aduh, artikel diatas kok ada kata2 merintihnya >??? Hheeeeeeee
hahahahhahaha canggih kn haah
apa iya